![]() |
Menarik jika kita
mengamati fenomena-fenomena komunikasi yang muncul di masyarakat. Setiap
waktunya selalu berganti, hal ini menunjukan bahwa fenomena komunikasi terus
berkembang dan dinamis. Para peneliti – peneliti sosial khususnya komunikasi
dapat mengkaji fenomena yang ada menurut perkembangan zaman. Penyesuaian
kebutuhan penelitian pada realitas di masyarakat, dan tak jarang memunculkan
teori – teori ilmu komunikasi baru yang dapat mengungkap fenomena yang
ditemukan.
Ilmu komunikasi
merupakan ilmu pengetahuan yang tergolong muda. Sekalipun pada sisi yang lain,
sejarah perkembangan ilmu komunikasi sudah tua sejak masa Yunani dan baru
dirumuskan dalam era modern sebagai ilmu baru sejak dekade PD II.
Dewasa ini
penelitian-penelitian komunikasi terus menerus dilakukan. Sejumlah jurnal
ilmiah dalam bidang komunikasi terbit. Sejumlah karya ilmiah telah menjadi
karya klasik dalam ilmu komunikasi seperti The People Choice, The Passing of
Traditional Society, Mass Media and National Development, Personal Influence,
Understanding Media, The Process and Effect of Communication, Public Opinion,
dan sebagainya.
Demikian pula sejumlah
figurnya seperti Paul F. Lazarfeld, Wilbur Schramm, Harold Lasswell, Walter
Lippmann, Bernard Berelson, Carl Hovland, Elihu Katz, Daniel Lerner, David K.
Berlo, Shannon, McComb, George G. Gebner, dan sebagainya telah dikenal sebagai
tokoh-tokoh dalam kajian ilmu komunikasi.
Sedangkan di Indonesia
terdapat sejumlah figur penting dalam bidang Ilmu Komunikasi seperti M. Alwi
Dahlan, Astrid Susanto Sunario, Andi Muis, Jalaludin Rahmat, Ashadi Siregar,
Anwar Arifin, Hafid Changara, Dedy N. Hidayat, Marwah Daud Ibrahim, Onong
Efendi Uchayana, dan sebagainya. Karya-karya mereka telah memberi warna bagi
eksistensi kajian ilmu komunikasi di Indonesia.
Ilmu Komunikasi
merupakan fenomena Amerika, bila kita lihat dari penggunaan sebutan Ilmu
Komunikasi. Perhatikanlah, di Indonesia pada awalnya lebih dikenal pendidikan
Publisistik. Istilah yang menandakan meneruskan tradisi Jerman. Namun sejak
dekade 70-an mulai digunakan istilah Ilmu Komunikasi dimana pendidikan
jurnalistik hanyalah salah satu bidang yang terutama masuk dalam kelompok
komunikasi massa.
Jejak tradisi Amerika
dalam kajian ilmu komunikasi di Indonesia dapat dilihat melalui figur M. Alwi
Dahlan yang berkesempatan belajar langsung pada para perintis kajian Ilmu
Komunikasi seperti Wilbur Schramm, Elihu Katz, Gregory Bateson, dan sebagainya.
M. Alwi Dahlan, doktor komunikasi pertama Indonesia ini, pada tahun 60-an sudah
lulus dan berkiprah di Indonesia. Upaya M. Alwi Dahlan mengenalkan Ilmu
Komunikasi tampak baik melalui Fisip UI maupun lembaga seperti penerbitan atau
riset serta kantor pemerintahan. Tentu saja juga melalui organisasi seperti
ISKI, Perhumas, dan terakhir menjadi Menpen.
Kenyataannya dalam
pendidikan tinggi komunikasi di Indonesia, dominasi kiblat tradisi Amerika dari
kalangan administratif riset menonjol. Studi Ronny Adhikarya telah menunjukkan
hal ini. Kecenderungan ini rupanya tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga
umumnya di Asia Tenggara, dan juga di benua lain.
Ilmu Komunikasi berawal
dari dekade 40-an ketika Amerika menghadapi propaganda dalam rangka menghadapi
peperangan. Beberapa prakondisi ketika itu adalah adanya ancaman Nazi dalam
memperluas kekuasaannya, kebutuhan untuk mendapat dukungan rakyat dalam rangka
menghadapi perang dunia kedua, dan kebutuhan mempelajari propaganda lawan
seperti Jerman. Maka dalam konteks inilah kajian komunikasi dirintis. Kemudian
setelah masa perang, tradisi ini kemudian dilanjutkan bagi kepentingan dunia
komersial.
Sejumlah ilmuwan yang
dikumpulkan pemerintah—dalam hal ini departemen pertahanan—berkumpul dalam
rangka kepentingan menghadapi peperangan. Beberapa figur tersebut, yang
kemudian dilembagakan Scramm menjadi ilmu komunikasi, seperti Paul F.
Lasarfeld, Hovland, Lasswell, Berelson, Shannon, Scramm, dan sebagainya.
Setelah PD II, kajian komunikasi yang muncul dalam konteks perhatian yang besar
terhadap propaganda dilanjutkan bagi kepentingan dunia industri.
Generasi yang
melahirkan Ilmu Komunikasi ini yang kelak dikenal sebagai kelompok
administrative riset cenderung mengembangkan komunikasi sebagai fenomena
transmisi, yakni pengiriman informasi. Tidak heran pula, kajian komunikasi dominan
sebagai kajian komunikasi massa. Dalam konteks inilah kita mengenal sejumlah
model komunikasi seperti Shannon, Lasswell, Scramm, SMCR dan sebagainya.
Demikian pula
penelitian komunikasi identik dengan kajian tentang media. Seperti Content
Analysis, Uses & Gratification, Agenda Setting, Cultivation Analysis,
survey dampak media, dan sebagainya. Model penelitian ini sudah familiar dalam
kajian komunikasi. Namun sekali lagi menunjukkan dominannya kajian komunikasi
massa.
Dewasa ini kita
memerlukan untuk memahami tentang pentingnya memperhatikan kajian komunikasi
yang lebih komprehensif. Bahwa komunikasi massa hanyalah salah satu bidang
kajian dalam Ilmu Komunikasi. Padahal disebutkan bahwa awal abad 20 kajian
lebih banyak tentang fenomena retorika. Sementara tahun 70-an mulai muncul
kajian tentang komunikasi antar personal. Bidang-bidang seperti ini kelihatan
belum begitu berkembang di Indonesia.
Satu hal penting pula
yang perlu dipaparkan bahwa terjadi pergeseran penting dalam pandangan mengenai
komunikasi di Amerika. Yakni pada awalnya, pemahaman tentang komunikasi
berangkat dari pandangan yang humanistik sebagaimana dikembangkan kelompok
Chicago. Tapi dengan munculnya kelompok administrative riset di masa propaganda
tahun 40-an, terjadi perubahan cara pandang terhadap makna komunikasi. Dalam
konteks ini dapat dimengerti kemudian pandangan filosofis tentang komunikasi
mengalami pergeseran. Walaupun kemudian, menurut Everret M. Rogers, dewasa ini
model komunikasi sebagai pemaknaan (meaning) juga mulai mendapat tempat
kembali. Pendekatan yang lebih interpretatif yang kembali merujuk pada Max
Weber, dan semacamnya.
Untuk itu perlu pula
untuk memperhatikan tentang pandangan dalam memahami makna komunikasi. James W.
Carey menyebut komunikasi bisa dilihat dalam dua cara pandang. Pertama model
transmisi dan kedua model meaning atau ritual. Model kedua belum banyak
diungkap. Hal ini dapat dimengerti karena terjadi fenomena di mana sejak
kehadiran model komunikasi model Shannon yang linier telah menjadi mainstream
dalam memahami makna komunikasi. Padahal sebelumnya, akar kajian komunikasi di
Amerika sangat humanistik atau dalam hal ini berada dalam model meaning. Hal
inilah yang terjadi.
Satu hal yang menarik
bahwa dua model komunikasi diatas tidak lepas dari perkembangan peradaban
Barat. Misalkan model transmisi dapat ditarik pada perkembangan peradaban di
Barat ketika muncul modernisasi. Ketika terjadi aufklarung, rasionalitas
manusia berkembang. Dalam masa ini ditandai arti penting transportasi seperti
penjelajahan samudera atau dalam konteks Amerika dibangunnya jalan raya atau
rel kereta api yang mampu menghubungkan daerah-daerah baru. Maka dalam konteks
ini terjadi pemindahan barang dan orang serta tentunya ide-ide. Sehingga
pendatang, yang kemudian mendatangi daerah-daerah baru, kemudian terjadi
eksplorasi dan seterusnya. Dalam konteks semacam ini model transmisi dalam
komunikasi berkaitan dengan pemindahan informasi di mana kontrol komunikator
menjadi penting. Dengan pandangan kritis, dapat kita katakan model transmisi
telah ditandai dengan eksploitasi, penguasaan, dan semacamnya.
Berbeda dengan model
meaning, yang mencoba untuk melihat komunikasi berkaitan dengan upaya untuk
membangun komunitas (maintain community). Sebuah kolektifitas yang akur,
hangat, dan semacamnya. Kehidupan kelompok yang hangat dan akrab. Model ini
dikembangkan dalam generasi Chicago, sebuah masyarakat perkotaan yang di awal
abad 20, di mana dalam keanekaragaman hendak mencoba untuk membangun dan
memelihara komunitas. Maka komunikasi dikaitkan dengan upaya untuk memelihara
nilai-nilai ini. Maka dalam cara pandang ini berkaitan dengan upaya untuk
memelihara yang telah ada. Komunikasi berkaitan dengan upaya untuk membangun
integrasi.
Menjadi penting untuk
disadari bahwa dewasa ini kembali perhatian muncul terhadap pendekatan budaya
(cultural studies) ini. Dengan demikian, fenomena cultural studies dalam kontek
tradisi pragmatis Amerika dapat dipahami dalam konteks ini. Seorang tokohnya,
James W. Carey, dalam tulisan-tulisannya mencoba membahas cultural studies
dalam kaitannya dengan tradisi pragmatis dari Chicago ini.
Upaya untuk menoleh
kembali pada cara pandang mengenai komunikasi sebagai fenomena pemaknaan
(meaning) tampaknya ketika terjadi kejenuhan terhadap dominasi dari tradisi
kajian komunikasi dari generasi administratif riset yang telah mendominasi
selama beberapa dekade.
DnS-kom-12
Harrah's Atlantic City, NJ Jobs | Jobs in Gaming, Dining
BalasHapusHarrah's 남원 출장샵 Atlantic City has over 5,000 employees and it offers 대구광역 출장마사지 over 1300 안산 출장샵 of 세종특별자치 출장마사지 the hottest slots and video poker machines. Visit 세종특별자치 출장마사지 us today. Click to apply